Metode-metode Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran Inovatif mempunyai benyak model atau metode yang di terapkan dalam proses pendidikan, di antarnaya adalah :
(a) Reasoning and Problem
Solving Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking (memahami konsep), critical thinking (menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masa-lah, mengumpulkan dan mengoraganisasikan informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, serta melakukan analisis dan refleksi) , dan kreative thinking (menghasilkan produk orisinil, efektif, kompleks, inventif, pensintesis, dan penerap ide). Aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning. Dalam pembelajaran, metode reasoning and problem solving memiliki lima langkah (Krulik & Rudnik, 1996), yaitu:
(1) membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan setting pemecahan),
(2) mengekplorasi dan merencanakan (mengorganisasi informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar),
(3) menyeleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan),
(4) menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri),
(5) refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, dan memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).
(b) Inquiry Training
Dalam metode ini terdapat tiga prinsip kunci, yaitu: pengetahuan bersifat tentatif (menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan), manusia memiliki sifat ingin tahu yang ilmiah (mengindikasikan pentingnya siswa melakukan eksplorasi), dan manusia mengembangkan individuality secara mandiri (kemandirian akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah). Metode inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce & Weil, 1986), yaitu:
(1) menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling bertentangan,
(2) menemukan masalah (memeriksa hakikat objek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah),
(3) mengkaji dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis),
(4) mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan
(5) meng-analisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.
(c) Problem-based Instruction
Problem-based instruction adalah metode pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah yang otentik (Arends, 2004). Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengunpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
Arends (2004) mengemukakan bahwa metode problem-based learning memiliki lima langkah, yaitu:
(1) guru mendefinisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa)
(2) guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan survei dan pengukuran),
(3) guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya),
(4) mengorganisasikan laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain), dan
(5) presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administrator dan anggota masyarakat).
(d) Pembelajaran Perubahan Konseptual
Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri. Dalam kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu:
(1) mempertahankan intuisinya semula,
(2) merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi, dan
(3) mengubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru. Perubahan konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran (Brook & Brook, 1993). Ini berarti bahwa mengajar tidak melakukan transmisi pengetahuan tetapi memfasilitasi dan memediasi agar terjadi proses negosiasi makna menuju pada proses perubahan konseptual (Hynd et al, 1994). Proses negosiasi makna tidak hanya terjadi atas aktivitas individu secara perorangan, tetapi juga muncul dari interaksi individu dengan orang lain melalui peer mediated instruction. Metode pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran (Santyasa, 2004), yaitu:
(1) sajian masalah konseptual dan kontekstual,
(2) konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut,
(3) konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan,
(4) konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah,
(5) konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual, dan
(6) konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna.
(e) Group Investigation Ide
metode group investigation bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Metode group investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu:
(1) grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan),
(2) planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya),
(3) investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi),
(4) organizing ( anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis),
(5) presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan
(6) evaluating (tiap-tiap
siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
(f) Problem-based Learning
Problem-based learning adalah salah satu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill- structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar (Fogarty, 1997). Problem-based learning memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan,
(2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa,
(3) mengorganisasikan pelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu,
(4) memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada siswa dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri,
(5) menggunakan kelompok kecil, dan
(6) menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance). Problem-based learning dilaksanakan dengan delapan langkah, yaitu:
(1) menemukan masalah,
(2) mendefinisikan masalah,
(3) mengumpulkan fakta,
(4) menyusun dugaan sementara,
(5) menyelidiki,
(6) menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan,
(7) menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif, dan
(8) menguji solusi permasalahan (Fogarty, 1997).
(g) Penelitian Jurisprudensial
Dasar metode penelitian jurisprudensial ini adalah terkait dengan konsepsi tentang masyarakat yang memiliki pandangan dan prioritas yang berbeda mengenai nilai sosial yang secara hukum saling bertentangan satu sama lain. Untuk memecahkan masalah yang kontroversial dalam konteks sosial yang produktif, setiap warga negara perlu memiliki kemampuan untuk dapat berbicara kepada orang lain dan berhasil dengan baik melakukan kesepakatan dengan orang lain. Untuk dapat melakukan aktivitas tersebut, diperlukan tiga kemampuan, yaitu:
(1) mengenal dengan baik nilai-nilai yang berlaku dalam sistem hukum dan politik yang ada di lingkungan negaranya,
(2) memiliki seperangkat keterampilan untuk dapat digunakan dalam menjernihkan dan memecahkan masalah nilai, dan
(3) menguasai pengetahuan tentang politik yang bersifat kontemporer yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan negaranya. Metode penelitian jurisprodensial ini memiliki enam langkah pembelajaran (Joyce & Weil, 1986), yaitu:
(1) orientasi kasus (pengajar memperkenalkan materi pelajaran dan mereviu data yang ada),
(2) mengidentifikasi kasus (siswa mensintesiskan fakta-fakta ke dalam suatu kasus, mengidentifikasi nilai-nilai dan konflik yang terjadi, mengenali fakta yang melatarbelakangi kasus dan pertanyaan yang terdefinisikan),
(3) menetapkan posisi (siswa menimbang-nimbang posisi atau kedudukannya, kemudian menyatakan kedudukannya dalam konflik nilai tersebut dan dalam hubungannya dengan konsekuensi kedudukan itu,
(4) mengeksplorasi contoh- contoh dan pola-pola argumentasi (siswa menetapkan titik di mana tampak adanya perusakan nilai atas dasar yang diperoleh, membuktikan konsekuensi yang diinginkan dan yang tidak diinginkan dari posisi yang dipilih, menjernihkan konflik nilai dengan melakukan proses analogi, menetapkan prioritas dengan cara membandingkan nilai yang satu dengan yang lainnya dan mendemonstrasikan kekurangannya bila memiliki salah satu nilai),
(5) menjernihkan dan menguji posisi (siswa menyatakan posisinya dan memberikan rasional mengenai posisinya tersebut, kemudian menguji sejumlah
situasi yang serupa, siswa meluruskan posisnya), dan
(6) menguji asumsi faktual yang melatarbelakangi posisi yang diluruskannya (siswa mengidentifikasi asumsi faktual dan menetapkan sesuai atau tidaknya, menetapkan konsekuensi yang diperkirakan dan menguji kesahihan faktual dari konsekuensi tersebut).
(h) Penelitian Sosial
Metode pembelajaran penelitian sosial mendasarkan diri pada kemampuan guru untuk melakukan refleksi terhadap kelas yang memfasilitasi siswa. Menurut Massialas & Cox (Joyce & Weil, 1986), suasana kelas yang reflektif memiliki tiga karakteristik utama, yaitu:
(1) aspek sosial kelas dan keterbukaan dalam diskusi,
(2) penekanan pada hipotesis sebagai fokus utama, dan
(3) penggunaan fakta sebagai bukti. Metode penelitian sosial memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu:
(1) orientasi sebagai langkah untuk membuat siswa menjadi peka terhadap masalah dan dapat merumuskan masalah yang akan menjadi pusat penelitian,
(2) perumusan hipotesis yang akan dibuktikan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian,
(3) penjelasan dan pendefinisian istilah-istilah yang terkandung dalam hipotesis,
(4) eksplorasi dalam rangka menguji hipotesis, validasi, dan pengujian konsistensi internal sebagai dasar proses pengujian,
(5) pembuktian dengan cara mengumpulkan data yang terkait dengan hipotesis, dan
(6) merumuskan generalisasi berupa pernyataan yang memiliki tingkat abstraksi yang luas, yang mengaitkan beberapa konsep dengan hipotesis.
Labels:
cara membuat skripsi
Thanks for reading Metode-metode Pembelajaran Inovatif. Please share...!