Informasi Lengkap tentang pendidikan dan Pengajaran serta cara belajar mengajar di sekolah

Pengertian Metode Keteladanan Uswah

Pengertian Metode Keteladanan Uswah

                Secara terminologi kata “keteladanan” berasal dari kata “teladan” yang artinya “perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh”[3]. Sementara itu dalam bahasa arab kata keteladanaan berasal dari kata “uswah” dan “qudwah”.

                Sementara itu secara etimologi pengertian keteladanan yang diberikan oleh Al-Ashfahani, sebagaimana dikutip Armai Arief, bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-Iswah” sebagaimana kata “al-qudwah” dan “al-Qidwah” berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan”.[4] Senada dengan yang disebutkan di atas, Armai Arief juga menutip pendapat dari seorang tokoh pendidikan islam lainnya yang bernama Abi Al-Husain Ahmad Ibnu Al-Faris Ibn Zakaria yang termaktub dalam karyanya yang berjudul Mu’jam Maqayis al-Lughah, beliau berpendapat bahwa “uswah” berarti “qudwah” yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti.[5]

             Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukakan atau mewujudkannya, sehingga orang yang di ikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khusunya ibadah dan akhlak.
             Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-kata uswah yang kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik. Dalam Al-Quran kata uswah juga selain dilekatkan kepada Rasulullah SAW juga sering kali dilekatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. Untuk mempertegas keteladanan Rasulullah SAW Al-Quran selanjutnya menjelaskan akhlak Rasulullah SAW yang tersebar dalam berbagai ayat dalam Al-Quran.[6]

Landasan Teori Metode Keteladanan

               Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang menjadikan Al-Quran dan Al-hadits (sunnah) sebagai sumber rujukan utamanya, metode keteladanan juga didasarkan pada dua sumber utama tersebut. Dalam Al-Quran kata-kata keteladanan yang diistilahkan dengan uswah, ahal ini bisa dilihat dalam berbagai ayat yang terpencar-pencar, diantaranya yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat: 31 yang artinya sebagai berikut:

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW itu telah ada teladan (uswah) yang baik bagimu (yaitu)bagi orang-orang yang mengharapkan  (rahmat) Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan yang mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya.(Qs. Al-Ahzab: 21).[7]

           Dalam ayat di atas jelas disebutkan kata-kata Uswah yang dirangkaikan dengan hasanah yang berarti teladan yang baik, yang patut diteladani dari seorang guru besar yang telah memberikan pelajaran kepada ummatnya baik dalam beribadah (hablumminallah), maupun dalam berinteraksi dengan sesama manusia (hablumminannas). Yang kemudian dijadikan salah satu metode pendidikan yaitu metode keteladanan yang bisa diterapkan sampai sekarang dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan.

               Sementara itu berkaitan dengan teladan yang diberikan oleh Rasulullah SAW dalam menjalani hubungan antar sesame manusia (berakhlak) yaitu bisa dilihat dalam Al-Quran  surat  Al-Fath ayat: 29 yang artinya yaitu sebagai berikut:
“Muhammad itu adalah utusan Allah SWT yang orang-orang bersamanya adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih saying terhadap sesama mereka, kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah SWT …”. (QS. Al-Fath: 29).[8]

             Dalam ayat di atas kita dapat meneladani bagaimana contoh yang diberikan Rasulullah SAW dalam menjaga hubungannya dengan sesame muslim yang senantiasa berkasih sayang dan mempererat silaturrahmi atau ukhwah, dilain pihak Rasulullah SAW juga memperlihatkan betapa kita tidak boleh bekerja sama (menjalani hubungan kemitraan) yang didasarkan atas kekufuran. Bukan sbaliknya yang bekerja sama dengan orang-orang kufur dan bermusuhan dengan sesama muslim.
Dalam berlangsungnya proses pendidikan metode keteladanan dapat diterapkan dalam dua bentuk, yaitu secara langsung (direct) dan secara tidak langsung (indirect).[9] Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa penerapan metode keteladanan dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung (direct) maksudnya bahwa pendidik benar-benar mengaktualisasikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik bagi anak didik. Selain secara langsung,metode keteladanan juga dapat diterapkan secara tidak langsung (indirect) yang maksudnya, pendidik memberikan teladan kepada peserta didiknya dengan cara menceritakan kisah-kisah teladan baik itu yang berupa riwayat para nabi, kisah-kisah orang besar, pahlawan dan syuhada, yang bertujuan agar peserta didik menjadikan tokoh-tokoh tersebut sebagai suri teladan dalam kehidupan mereka.

               Berkaitan dengan keteladanan ini, Menurut Ahmad Tafsir sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam dijelaskan, bahwa syarat-syarat pendidik dalam pendidikan Islam salah satunya adalah harus berkesusilaan. Syarat ini sangat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas mengajar.[10] Hal ini dikarenakan pendidik tidak mungkin memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa seorang pendidik baru bisa memberikan teladan yang baik bagi peserta didik jika dia sendiri telah menghiasi dirinya dengan periku dan akhlak yang terpuji.

                Sementara itu Ibnu Sina sebagaimana dikutip oleh Khoiron Rosyadi dalam karyanya yang berjudul Pendidikan Profetik lebih jauh menjelaskan bahwa sifat yang harus dimiliki oleh pendidik adalah sopan santun. Perangai pendidik yang baik akan berpengaruh bagi pembentukan kepribadian peserta didik. Mereka belum menjadi manusia dewasa, kepribadiannya masih dalam proses pembentukan dan rentan akan perubahan-perubahan yang terjadi di luar diri peserta didik.[11] Pada masa modern sekarang ini terjadi pergeseran nilai-nilai pada setiap ruas-ruas dan sendi-sendi kehidupan manusia. Menurut hemat penulis, telah menjadi tugas dan tanggaung jawab bagi pendidik untuk membentuk generasi-generasi bangsa yang bermoral, berakhlak mulia, memiliki tutur kata yang bagus dan berkepribadian muslim yaitu dengan memberikan teladan yang baik yang sesuai dengan tujuan dasar pendidikan Islam itu sendiri.

Dari serangkaian pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa metode uswah adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khusunya ibadah dan akhlak. Keteladan merupakan pendidikan yang mengandung nilai pedagogis tinggi bagi peserta didik.

Dengan kepribadian, sifat, tingkah laku dan pergaulannya dengan sesama manusia Rasulullah SAW benar-benar merupakan interpretasi praktis dalam kehidupan nyata dari hakikat ajaran yang terkandung dalam Al-quran, yang melandasi pendidikan Islam yang terdapat di dalam ajarannya.
Urgensi Keteladanan dalam pendidikan Islam
Sebagai suatu metode pendidikan metode keteladanan dapat diterapkan dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan, yaitu dengan adanya keteladanan dari seorang pendidik kepada peserta didik. Metode keteladanan mempunyai peranan besar dalam menunjang terwujudnya tujuan pendidikan Islam terutama pendidikan ibadah, akhlak dan lain-lain.

            Sementara itu berkaitan dengan urgensi metode keteladanan Imam Bawani sebagai mana yang dinukilkan oleh Armai Arief dalam bukunya Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam mengatakan bahwa,
diantara faktor yang menunjang keberhasilan pendidikan pesantren adalah:

Pertama, terwujudnya keteladanan pada pribadi seorang pendidik (kiyai).[12] Dalam hal ini bisa dilihat seorang kiyai atau pimpinan pesantren terutama memiliki kepribadian yang mulia, sehingga dia diharagai dan kapasitasnya sebagai seorang kiyai senantiasa membuatnya selalu menjadi sosok yang dijadikan panutan dilingkungannnya, terutama bagi anak didiknya. Nah hal ini sering berbanding terbalik dengan guru pada lembaga pendidikan pada umumnya, yang kurang memiliki kharismatik, hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa banyak guru atau pendidik yang kurang mampu memberikan teladan kepada orang-orang disekitarnya.

Kedua, dilingkungan pesantren terciptanya relasi yang harmonis baik antara kiyai dengan kiyai maupun antara kiyai dengan peserta didik (santrinya).[13] Dalam hal ini bisa dilihat bagaimana keterikatan emosional yang tercipta antara seorang kiyai dengan kiyai yang lain yang senatiasa saling menghargai, begitu juga dengan hubungan antar santri dengan sesama santri dan juga antara santri dengan kiyai, meskipaun sang kiyai tidak bertugas untuk mengajar dikelas santri bersangkutan namun rasa hormat yang dimiliki oleh seorang santri kepada kiyai tersebut sama dengan rasa hormat yang diberikan kepada kiyai yang bertugas menagjar dikelasnya. Nah kenyataan seperti ini juga jarang didapatkan di lembaga pendidikan pada umumnya.

Ketiga, mencuatnya atau munculnya kematangan alumni pesantren untuk terlibat dalam kegiatan peribadatan ditengah masyarakat.[14]  Dalam hal ini bisa dilihat dari bagaimana ketrlibatan alumni pesantren dalam berbagai kegiatan keagamaan dalam masyarakat yaitu seperti munculnya seorang alumni yang senantiasa menjadi imam shalat jama’ah, munculnya alumni yang menjadi khathib pada shalat jum’at, dan dalam berbagai kegiatan lainnya yang sesuai dengan kemampuan dan spesifikasi ilmunya. Selain dari itu bisa dilihat bagaimana kepribadian yang ditunjukkan oleh alumni pesantren ketika dia bergaul ditengah masyarakat yang sangat menampakkan ciri khas dari background pendidikan yang telah dia tempuh, yang berbeda dengan apa yang ditunjukkan oleh alumni pendidikan lain pada umumnya.
              Dari ketiga faktor di atas bisa dilihat bagaimana urgennya keteladanan dalam merealisasikan tujuan pendidikan Islam terutama pendidikan ibadah dan pendidikan akhlak. Jadi menurut hemat penulis hal inilah yang merupakan faktor pembeda anatara lembaga pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan pada umunya, dimana di pesantren sangat kental dengan keteladanan-keteladanan yang baik.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Keteladanan

               Metode keteladanan juga memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri, sebagaimana lazimnya metode-metode lainnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang praktisi pendidikan Islam Armai Arif dalam bukunya Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, secara sederhana berkaitan dengan penerapannya dalam proses pendidikan kelebihan dan kekurangan metode keteladanan dapat dijelaskan yaitu sebagai berikut:

Kelebihan Metode Keteladanan
Sebagaimana metode-metode lainnya, tentunya metode keteladanan mempunyai beberapa kelebihan tersendiri dibandingkan metode lainnya. Diantara kelebihan dari metode keteladanan yaitu sebagai berikut:
a.       Metode keteladanan akan memberikan kemudahan kepada pendidik dalam melakukan evaluasi terhadap hasil dari proses belajar mengajar yang dijalankannya.
b.      Metode keteladanan akan memudahkan peserta didik dalam mmempraktikkan dan mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya selama proses pendidikan berlangsung.
c.       Bila keteladanan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik.
d.      Metode keteladanan dapat menciptakan hubungan harmonis antara peserta didik dengan  pendidik.
e.       Dengan metode keteladanan tujuan pendidikan yang ingin dicapai menjadi lebih terarah dan tercapai dengan baik.
f.       Dengan metode keteladanan pendidik secara tidak langsung dapat mengimplementasikan ilmu yang diajarkannya.
g.      Metode keteladanan juga mendorong pendidik untuk senantiasa berbuat baik karena menyadari dirinya akan dicontoh oleh peserta didiknya.[15]
Dari kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa metode keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya mewujudkan pendidikan Islam, dimana selain diajarkan secara teoritis peserta didik juga bisa melihat secara langsung bagaimana praktik atau pengamalan dari pendidiknya yang kemudian bisa dijadikan teladan atau contoh dalam berprilaku dan mengamalkan atau mengaplikasikan materi pendidikan yang telah dia pelajari selama proses belajar menganjar berlangsung.

Kekurangan Metode Keteladanan
Selain mempunyai kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya, dalam penerapannya metode keteladanan juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan, diantaranya yaitu sebagai berikut:
a.       Jika dalam proses belajar mengajar figur yang diteladani dalam hal ini pendidik  tidak baik, maka peserta didik cenderung mengikuti hal-hal yang tidak baik tersebut pula.
b.      Jika dalam proses belajar menganjar hanya memberikan teori tanpa diikuti dengan  implementasi maka tujuan pendidikan yang akan dicapai akan sulit terarahkan.[16]
Dari serangkaian kelebihan dan juga kekurangan yang telah dijelaskan di atas dapat dikatakan bahwa, metode keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang mempunyai pengaruh dan terbukti bisa dikatakan efektif dengan berbagai kelebihannya, meskipun juga tidak terlepas dari kekurangan, dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak didik, yang tindak-tanduk dan sopan santunnya disadari atau tidak, akan ditiru atau diteladani oleh peserta didiknya.
 Jadi dari kelebihan dan kekurangan diatas dapat terlihat betapa sentralnya peranan guru dalam hal ini merupakan sosok kunci yang akan memberikan telardan kepada peserta didik, dan juga sosok yang akan dijadikan model atu teladan oleh peserta didik, jadui dalam hal ini sukses atau tidaknya Metode keteladalan dalam suatu pembelajran sangat tergantung pada sosok guru yang diteladani.[17] Oleh karena itu, keteladanan yang baik adalah salah satu metode  yang bisa diterapkan untuk merealisasikan tujuan pendidikan. Hal ini karena keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan, dan juga dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap nilai-nilai pendidikan Islam terutama pendidikan ibadah dan pendidikan akhlak.

Kesimpulan

Dari serangkaian pembahasan mengenai metode keteladanan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Pendidikan Islam bertujuan untuk membina dan membentuk perilaku atau akhlak peserta didik dengan cara meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, serta pengamalan peserta didik terhadap ajaran Islam. Dalam berlangsungnya sebuah proses belajar menganjar  metode mempunyai peranan yang sangat penting.
Metode uswah adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khusunya ibadah dan akhlak. Metode keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang mempunyai pengaruh dan terbukti bisa dikatakan efektif dengan berbagai kelebihannya, meskipun juga tidak terlepas dari kekurangan, dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak
Diantara kelebihan dari metode keteladanan yaitu: metode keteladanan akan memberikan kemudahan kepada pendidik dalam melakukan evaluasi terhadap hasil dari proses belajar mengajar yang dijalankannya. Metode keteladanan akan memudahkan peserta didik dalam mempraktikkan dan mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya selama proses pendidikan berlangsung dan lain-lain.
Sementara itu metode keteladanan juga mempunyai kekurangan diantaranya yaitu: jika dalam proses belajar mengajar figur yang diteladani dalam hal ini pendidik  tidak baik, maka mereka peserta didik cenderung mengikuti hal-hal yang tidak baik tersebut pula.

Labels: cara membuat skripsi

Thanks for reading Pengertian Metode Keteladanan Uswah. Please share...!

Back To Top