Pengertian Pendidikan dan Modernisasi
Pendidikan
secara mudah dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya
sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.[1]
Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di
dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Oleh karenanya
sering pula dikatakan bahwa pendidikan telah ada sepanjang sejarah peradaban
umat manusia.
Sementara itu, beberapa ahli telah mengemukakan
definisi pendidikan secara berbeda-beda. Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa
pendidikan adalah “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama.”[2]
Dengan kata lain, pendidikan pada hakekatnya adalah usaha orang dewasa secara
sadar untuk membimbing kepribadian dan kemampuan dasar anak didik supaya
berkembang secara maksimal sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
Azyumardi Azra mengemukakan definisi pendidikan
sebagai “suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan
memenuhi tujuan hidupnya secara efektif dan efisien.”[3]
Pendidikan lebih daripada sekedar pengajaran, karena pengajaran dapat dikatakan
sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan
kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dengan
pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran
dan kepribadian anak didik, di samping transfer ilmu dan keahlian. Dengan
proses semacam ini suatu bangsa dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan,
kebudayaan, pemikiran dan keahlian kepada generasi mudanya, sehingga mereka
betul-betul siap menyongsong kehidupan.
Secara lebih terinci, Ahmad Tafsir mendefinisikan
pendidikan sebagai “pengembangan pribadi dalam semua aspeknya; dengan
penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup
pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh
orang lain (guru); seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati.”[4]
Menurutnya, pendidikan ini dibagi ke dalam
tiga macam, yaitu pendidikan di dalam rumah tangga, di masyarakat, dan
di sekolah. Di antara ketiga tempat pendidikan itu, pendidikan di sekolah
adalah yang paling mudah direncanakan dan teori-teorinya berkembang dengan
pesat sekali. Sehingga sekarang ini, bila orang berbicara tentang pendidikan,
hampir dapat dipastikan bahwa yang dimaksudkannya adalah pendidikan di sekolah.
Pengertian
Modernisasi
Modernisasi berasal dari kata modern yang berarti
terbaru, mutakhir, atau sikap dan cara berpikir yang sesuai
dengan tuntutan zaman. Selanjutnya modernisasi diartikan sebagai proses
pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup
sesuai dengan tuntutan masa kini.[5]
Menurut Nurcholish Madjid, pengertian modernisasi hampir identik dengan
pengertian rasionalisasi, yaitu proses perombakan pola berpikir dan tata kerja
lama yang tidak rasional dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja
baru yang rasional. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir
manusia di bidang ilmu pengetahuan.[6]
Sementara Koentjaraningrat, sebagaimana dikutip Faisal Ismail, mendefinisikan
modernisasi sebagai suatu usaha secara sadar yang dilakukan oleh suatu bangsa
atau negara untuk menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia pada suatu kurun
tertentu di mana bangsa itu hidup.[7] Dengan pengertian terakhir ini, usaha dan proses
modernisasi itu selalu ada dalam setiap kurun atau zaman. Kesimpulannya, modernisasi
adalah suatu usaha secara sadar untuk menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia
dengan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuaan, untuk kebahagiaan hidup sebagai
perorangan, bangsa, atau umat manusia.
Lucian W. Pye, sebagaimana dikutip Aqiel Siradj,
mengemukakan bahwa modernisasi adalah budaya dunia. Menurutnya, proses mondial
ini tercipta karena kebudayaan modern senantiasa didasarkan pada : (a) teknologi yang maju dan semangat dunia ilmiah; (b) pandangan hidup yang rasional; (c) pendekatan sekuler dalam hubungan-hubungan sosial; (d) rasa
keadilan sosial dalam masalah-masalah umum, terutama dalam bidang politik; dan
(e) menerima keyakinan bahwa unit utama politik mesti berupa negara-kebangsaan.[8]
Selanjutnya pada taraf individual, Alex Inkeles dan David H. Smith mengemukakan
ciri-ciri manusia modern sebagai berikut : (a) siap menerima pengalaman baru
dan terbuka untuk perubahan, inovasi, dan pembaharuan; (b) mampu membentuk
pendapat tentang sejumlah masalah dan isu yang timbul; (c) bersikap demokratis
terhadap berbagai pendapat yang ada; (d) berorientasi kepada masa sekarang dan masa depan, sehingga lebih
berdisiplin dalam waktu; (e) berorientasi pada perencanaan serta
pengorganisasian sebagai suatu cara mengatur kehidupan; (f) dapat menguasai
lingkungan dan tidak sebaliknya dikuasai oleh lingkungannya; (g) percaya bahwa
segala sesuatu dapat diperhitungkan; (h) mempunyai kesadaran terhadap
orang-orang lain dan cenderung bersikap respek terhadap mereka; (i) percaya
pada ilmu dan teknologi; (j) percaya pada keadilan distribusi atau keadilan
yang didasarkan pada kontribusi dan partisipasi.[9]
Walaupun ciri-ciri manusia modern di atas belum diterima secara universal,
namun ciri-ciri tersebut dapat memberikan gambaran dan ukuran yang dapat
dijadikan pegangan mengenai manusia modern. Dengan demikian, siapa pun orang
yang memiliki ciri-ciri tersebut berhak disebut modern.
2.
Sejarah Modernisasi
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, modernisasi
adalah suatu usaha secara sadar dari suatu bangsa atau negara untuk
menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia pada suatu kurun tertentu dengan
mempergunakan kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, usaha dan proses
modernisasi itu selalu ada dalam setiap zaman dan tidak hanya terjadi pada abad
ke-20 ini. Hal ini secara historis dapat diteliti dan dikaji dalam perjalanan
sejarah bangsa-bangsa di dunia.
Antara abad 2 Sebelum Masehi sampai abad 2 Masehi,
kerajaan Romawi menentukan konstelasi dunia. Banyak kerajaan di sekitar laut
Mediteranian, kerajaan-kerajaan di Eropa
Tengah dan Eropa Utara, secara sadar berusaha menyesuaikan diri dengan kerajaan
Romawi, baik dalam kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Dalam
melaksanakan program-program modernisasi demikian, tiap-tiap kerajaan tetap memelihara dan
menjaga kekhasan masing-masing.
Antara abad 4-10 Masehi, kerajaan-kerajaan besar di
Cina dan India menentukan konstelasi dunia. Pada abad-abad tersebut banyak
kerajaan di Asia Timur dan kerajaan di Asia Tenggara (termasuk kerajaan di
Nusantara) berusaha secara sadar menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi,
politik, dan kebudayaan yang pada waktu itu ditentukan oleh kerajaan-kerajaan
besar di Cina dan India. Dalam melaksanakan modernisasi itu, tiap-tiap kerajaan
di Asia Timur dan di Asia Tenggara memelihara dan menjaga kekhasannya sendiri-sendiri, sehingga walaupun
dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan besar di Cina dan India, tetapi kelihatan
kebudayaan kerajaan-kerajaan Sriwijaya
dan Majapahit berbeda dengan kerajaan-kerajaan di India. Begitu pula
kebudayaan-kebudayaan Vietnam, Jepang, dan Korea berbeda dengan kebudayaan
kerajaan-kerajaan di Cina.[10]
Antara abad 7-13 Masehi, baik Daulat Islam di Dunia
Timur yang berpusat di Baghdad (Irak) maupun Daulat Islam di Dunia Barat yang
berpusat di Cordoba (Spanyol), menentukan konstelasi dunia. Dalam abad-abad
tersebut banyak kerajaan termasuk kerajaan-kerajaan di Eropa-Kristen yang
menyesuaikan diri dengan Daulat Islam. Dalam melaksanakan modernisasi itu,
kerajaan-kerajaan di Eropa-Kristen tetap memelihara sifat dan kekhasannya
sendiri, bahkan dalam hal agama mereka. Mereka hanya mau memetik buah-buah budaya
Islam, tetapi tidak mau menerima agama Islam.
Dalam abad ke-20 ini, konstelasi dunia ditentukan
oleh negara-negara besar yang telah memperoleh kemajuan pesat di bidang
ekonomi. Sebelum Perang Dunia II, negara-negara itu adalah negara-negara di
Eropa dan Amerika Serikat. Sesudah Perang Dunia II, kekuatan yang menentukan
konstelasi dunia bervariasi, yaitu negara-negara yang tergabung dalam Pasar
Bersama Eropa, Amerika Serikat, Uni Soviet (sebelum mengalami kehancuran
seperti sekarang ini), dan Jepang.[11]
Dalam pergaulan dan interaksi internasionalnya,
bangsa kita lebih condong ke Barat. Menurut Maryam Jameelah, modernisasi di
Barat telah berkembang pesat pada abad ke-18 yang menghasilkan para failosuf
Pencerahan Perancis dan mencapai puncaknya pada abad ke-19 dengan munculnya
tokoh-tokoh seperti Charles Darwin, Karl Mark, dan Sigmund Freud. Semua
ideologi kaum modernis bercirikan penyembahan manusia dengan kedok ilmu
pengetahuan. Kaum modernis yakin bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
akhirnya bisa memberikan kepada manusia semua kekuatan Tuhan, sehingga mereka
kemudian menolak nilai-nilai transendental.[12]
Dari sinilah lahir pengertian dan pemahaman tentang modernisasi yang tidak
proporsional, bahkan keliru. Banyak orang mengartikan konsep modernisasi itu
sama dengan mencontoh Barat. Pemahaman dan pengertian ini mengidentikkan
modernisasi itu dengan westernisasi, yaitu mengadaptasi gaya hidup Barat,
meniru-niru, dan mengambil alih cara hidup Barat.
Labels:
cara membuat skripsi,
Pendidikan,
Pengajaran
Thanks for reading Pengertian Pendidikan dan Sejarah Modernisasi. Please share...!