Dasar hukum Puasa Senin Kamis
Ketetapan tentang dianjurkannya
puasa sunah pada hari senin dan kamis setiap minggu didasarkan pada sabda Nabi
Muhammad SAW sebagai berikut ;
ﻡﺋﺎﺼ ﺎﻧﺍﻮ ﺾﺮﻌﻴ ﻥﺍ ﺐﺤﺎﻔ ﺱﻴﻤﺧﻟﺍﻮ
ﻥﻴﺌﺜﻻﺍ ﻝﻜ ﻝﺎﻤﻋﻻﺍ ﺽﺮﻌﺘ
(ﺓﺪﺘﻗ ﻦﻋ ﻡﻟﺴﻤ ﻩﺍﻮﺭ)
Artinya :
“Semua perbuatan diangkat (kepada Allah) setiap hari senin dan kamis
karena itu aku
ingin supaya amal perbuatanku diangkat (kepada Allah)
pada hari-hari
itu, sedang aku dalam keadaan berpuasa” (H.R. Muslim
dari Abu Qatadah, ra) (.K.
Baihaqi, 1996)
Isteri
Rasulullah SAW, Aisyah ra, juga meriwayatkan sebuah hadits berikut ;
ﺱﻴﻤﺧﻟﺍﻮ ﻥﻴﺌﺜﻻﺍ ﻡﺎﻴﺻ ﺯﺭﺤﺘﻴ ﻡﻟﺴﻮ ﻪﻴﻟﻋ ﷲﺍ ﻰﻟﺼ ﻲﺑﻧﻟﺍ ﻥﺎﻜ
(ﺬﻴﻤﺭﺘﻟﺍ ﻩﺍﻮﺭ)
Artinya : “Nabi SAW memilih waktu puasa hari senin dan
hari kamis”.
(H.R.
Al-Tarmizi (Sulaiman Rasjid, 2000)
Dan dari sanad yang berbeda, yaitu dari
Usamah bin Zaed diungkapkan sebuah hadits pula yang maknanya tidak jauh berbeda
dengan hadits sebelumnya, yaitu ;
ﻥﻋ ﻝﺌﺴﻔ,ﺱﻴﻤﺧﻟﺍﻮ ﻥﻴﺌﺜﻻﺍ ﻡﻮﻴ ﻡﻮﺼﻴ
ﻥﺎﻜ ﻡﻟﺴﻮ ﻪﻴﻟﻋ ﷲﺍ ﻰﻟﺼ ﻲﺑﻧﻟﺍ ﻥﺍ
ﺱﻴﻤﺧﻟﺍ ﻡﻮﻴ ﻮ ﻥﻴﺌﺜﻻﺍ ﻡﻮﻴ ﺾﺮﻌﺘ ﺱﺎﻧﻟﺍ ﻝﺎﻤﻋﺍ ﻥﺍ : ﻝﺎﻗﻔ ﻙﻟﺍﺬ
(ﺪﻮﺍﺪ ﻮﺑﺍ ﻩﺍﻮﺭ)
Artinya ; “Sesungguhnya Nabi SAW
berpuasa pada hari senin
dan kamis, lalu
Ketika beliau
ditanya mengenai hal itu, beliau bersabda “sesungguhnya
Amalan-amalan
manusia diperlihatkan pada hari senin dan kamis”.
(H.R. Abu Dawud) (Wahbah Al-Zuhayly, 1996)