Tujuan Pendidikan Demokratis
Bagi negara yang menganut sistem demokrasi, pendidikan
demokratis merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan sejak dini secara
terencana, sistematis, dan berkesinambungan. Hal ini agar demokrasi yang
berkembang tidak disalahgunakan atau menjurus kepada anarki, karena kebebasan
yang kebablasan, sehingga merusak fasilitas umum, menghujat atau memfitnah pun
dianggap sebagai bagian dari demokrasi.
Bila Pendidikan
Demokratis tidak disertai oleh tatanan politik dan aturan politik serta hukum
yang jelas, suatu kondisi tertentu bisa berubah menjadi anarkisme dan bahkan
kemudian mengundang otorianisme yaitu suatu pemerintahan yang menindas dan berlawanan
dengan prinsip demokrasi.
Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa pendidikan
demokratis tidak bisa dilaksanakan dengan baik tanpa adanya tatanan politik
serta hukum yang jelas. Tanpa tatanan politik serta hukum yang jelas pendidikan
demokratis bisa berubah menjadi anarkisme atau otorianisme. Oleh karena itu,
bagi negara totaliter atau otonter, pendidikan demokrasi menjadi lebih penting
lagi, walaupun ini disadari oleh yang berkuasa akan mengancam kekuasaannya.
Oleh karena melalui pendidikan demokratis rakyat akan
diberdayakan untuk menuntut haknya dan menentang berbagai kebijakan penguasa
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi. Pentingnya
pendidikan demokratis di Indonesia ,
disadari pula oleh para tokoh pendidikan dan para pengambil kebijakan. Dari
mulai tahun 1960 sampai sekarang, pendidikan demokratis telah dilaksanakan
walaupun dengan substansi yang berbeda, karena faktor kepentingan penguasa.
Sementara Pendidikan demokratis yang merupakan
tuntutan dari terbentuknya masyarakat madani Indonesia mengandung berbagai unsure
diantaranya :
a) Manusia
memerlukan kebebasan politik artinya mereka memerlukan pemerintah dari dan
untuk mereka sendiri; b) Kebebasan intelektual; c) Kesempatan untuk bersaing di
dalam perrwujudan diri sendiri (Self Realization); d) Pendidikan yang
mengembangkan kepatuhan moral kepada kepentingan bersama dan bukan kepada
kepentingan sendiri atau kelompok-, e) Pendidikan yang mengakui hak untuk
berbeda (The Righttobe Different) Percaya kepada kemampuan manusia untuk
membina masyarakat di masa depan.
Berdasarkan paparan di atas menunjukan bahwa
pendidikan demokratis merupakan tuntutan untuk terwujudnya masyarakat yang
bebas berpikir dan berkreasi. Oleh karena itu prinsip-prinsip demokrasi seperti
kebebasan politik, kebebasan intelektual dan kebebasan untuk berbeda pendapat
merupakan prinsip yang harus dilaksanakan pada kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Di tingkat persekolahan mata pelajaran yang memiliki
visi dan misi yang jelas sebagai pendidikan demokratis adalah Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). PKn dapat disikapi sebagai: pendidikan Kewarganegaraan,
pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan,
pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak asasi manusia, dan pendidikan
demokrasi. Secara keseluruhan PKn memiliki fungsi yang strategis untuk
mewujudkan esensi tujuan pendidikan nasional membentuk warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Pentingnya PKn sebagai wahana formal pendidikan
demokrasi disadari oleh para pakar pendidikan dan para pengambil keputusan.
Hal ini
sebagaimana tercantum dalam pasal 37 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikar Nasional (SISDIKNAS), di mana PKn merupakan muatan kurikulum wajib
dan mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. suatu negara yang
menerapkan sistem demokrasi dimanapun berada, pada dasarnya untuk melindungi
hak-hak warga negaranya, dan sacara tidak langsung menginginkan warga negaranya
memiliki wawasan, menyadari akan keharusannya serta menampakkan partisipasinya
sesuai dengan status dan perannya dalan masyarakat. Sebaliknya jika pratek
sistem politik dalam Negara demokrasi mengabaikan nilai-nilai demokrasi, maka
terjadilah konflik, krisis dan lemahnya pemahaman politik.
Salah satu solusi strategis secara konseptual adalah
dengan cara memperkuat demokrasi dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan.
Upaya itu tentu tidak semudah membalikan telapak tangan, dimana negaranya
menganut sistem demokrasi, maka warga negaranya akan demokratis, tetapi memerlukan
proses pendidikan demokrasi.
Dengan kata lain demokrasi tidak bisa mengajarkannya
sendiri. Kalau kekuatan, kemanfaatan dan tanggungjawab demokrasi tidak dipahami
dan dihayati dengan baik oleh warga negara, sukar diharapkan mereka mau
berjuang untuk mempertahannkannya. Maksudnya pengetahuan, skill, prilaku warga
negara yang demokratis tidak akan terjadi dengan sendirinya, tetapi harus
diajarkan kepada generasi penerus.
Dalam disartasinya memberikan penjelasan bahwa
pendidikan demokrasi adalah upaya sistematis yang dilakukan Negara dan
masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negara agar memahami, menghayati,
mengamalkan dan mengembangkan konsep, prinsip, dan nilai demokrasi sesuai
dengan status perannya dalam masyarakat.
Demokrasi bisa tertanam dalam diri siswa dan juga bisa
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat, dan
negara, selain perlu keteladanan dari orang tua, guru, tokoh masyarakat dan
aparat, juga perlu pembelajaran dan pembudayaan demokrasi secara terencana, bertahap,
dan berkesinambungan. Oleh karena itu, sebenarnya praktek demokrasi tidak
mungkin langsung jadi, semuanya butuh tahap belajar dari perkembangan
masing-masing negara.
Demokrasi merupakan suatu proses pendidikan, bukan
suatu yang dapat diciptakan dalam waktu sekejap. Karena itu betapa penting
proses pendidikan dan latihan berdemokrasi baik pada institusi sosial, ekonomi,
budaya, apalagi pada institusi politik. Diatas segala itu, demokrasi hanya akan
tumbuh kalau ada kesadaran berdemokrasi (Democratic Consciousness),
sikap tanggungjawab dalam berdemokrasi (Democratic Responsibility).
Demokrasi bukan sekedar cara memperoleh kekuasan tetapi sebagai sarana
mewujudkan kesejahteraan umum dengan cara-cara yang demokratis.
Demokrasi bukan kebebasan tanpa batas. Kebebasan
demokrasi dibatasi oleh tanggungjawab terhadap kepentingan umum dan hukum,
karena demokrasi adalah pemerintahan untuk kepentingan umum dan hanya dapat
terwujud apabila dilaksanakan berdasarkan hukum (Democracy Under The Rule Of
Law). Namun kondisi objektif memperlihatkan bahwa pembelajaran yang selama
ini dipraktikan belum kondusif bagi pengembangan nilai-nilai demokrasi. Seperti
halnya dikemukakan oleh Affandi bahwa : Tujuan pendidikan demokrasi adalah
untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan berpikir demokratis.
Namun demikian dalam Kaitan dengan pendidikan, persoalan, yang muncul adalah
mungkinkah pendidikan demokrasi dilangsungkan dalam suasana sekolah yang sangat
birokratis, hirairkis-sentralistis dan elitis sebagai mana sekolah yang ada
dewasa ini. [1]
Berdasarkan pendapat di atas, memberikan implikasi
bahwa pendidikan demokrasi sangat diperlukan, agar warga negaranya mengerti,
menghargai kesempatan dan tanggungjawab sebagai warga negara yang demokratis.
Pendidikan bukan hanya sekedar memberikan pengetahun
dan praktek demokrasi, tetapi juga menghasilkan warga negaranya yang
berpendirian teguh, mandiri memiliki sikap selalu ingin tahu, dan berpandangan
jauh ke depan.
Namun diingatkannya bahwa pendidikan demokrasi ini jangan
hanya dilihat sebagai subjek yang diajarkan dalam waktu terjadwal yang
cenderung diabaikan lagi, Jadi jangan
hanya dilihat sebagai mata pelajaran yang terisolasi, tetapi harus dikaitkan
dengan banyak hal yang dipelajari siswa, mungkin dalam pelajaran Sejarah,
Kewarganegaraan, Etika, atau Ekonomi dan lebih banyak terjadi di luar sekolah.
Pendidikan demokrasi yang baik menurut Gandal dan Finn
perlu dikembangkannya model "School-Based Democracy Education"(
sekolah berbasis demokrasi), paling tidak dalam empat bentuk alternatif. (1) Perhatian
yang cermat yaitu landasan dan bentuk-bentuk demokrasi. (2) Bagaimana ide demokrasi
telah diterjemaahkan ke dalam bentuk-bentuk kelembagaan dan praktek di berbagai
belahan bumi dalam berbagai kurun waktu. Dengan demikian siswa, akan mengetahui
dan memahami kekuatan dan kelemahan demokrasi dalam berbagai konteks ruang dan
waktu, (3) adanya kurikulum yang memungkinkan siswa dapat belajar secarah
demokrasi di negaranya yang dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan
demokrasi yang diterapkan dinegaranya dalam berbagai kurun waktu, (4)
tersedianya kesempatan bagi siswa untuk memahami kondisi demokrasi yang
diterapkan dinegara-negara di dunia, sehingga para siswa memiliki wawasan luas
tentang aneka ragam sistem sosial demokrasi datam berbagai konteks.[2]
Disamping keempat hal tersebut perlu ditambahkan pula
upaya dikembangkan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler yang bernuansa
demokrasi dan menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang demokratis, dan
melibatkan siswa dalam kegiatan masyarakat.
Dalam memahami demokrasi harus memaknai aspek-aspek
demokrasi secara menyeluruh diperlukan kecerdasan ruhaniyah, kecerdasan aqliyah (otak logis-rasional),
kecerdasn emosional (natsiyah), kecerdasan menimbang (judgment), kecerdasan
membuat keputusan dan memecahkan masalah (decision making and problem
solving) dan kecerdasan membahasakan serta mengkomunikasikannya.
Berdasarkan pendapat di atas, menunjukan bahwa untuk
memahami demokrasi diperlukan adanya kecerdasan ruhaniyah, nagliyah, aqliyah,
nafsiyah, kececdasan dalam menimbang serta kecerdasan dalam membuat keputusan
dan memecahkan masalah.
Dengan kata lain, perlu dikembangkannya pendidikan
demokrasi yang bersifat multidimensional, yang memungkinkan para siswa dapat
mengembangkan dan menggunakan seluruh potensinya sebagai individu dan warga
negara dalam masyarakat bangsa dan negara yang demokratis