Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren
Pondok pesantren
sebagai lembaga pendidikan serta sarana penyebaran agama Islam lahir dan
berkembang semenjak masa-masa permulaan kedatangan Islam itu sendiri. Sedang sistem pondok
sebenarnya sudah ada jauh sebelum kedatangan Islam itu sendiri
Pondok pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam tertua
di Indonesia telah menunjukan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan
telah berjasa turut mencerdaskan masyarakat Indonesia. Selain tugas utamanya mencetak calon ulama, pondok
pesantren juga menjadi pusat kegiatan pendidikan yang telah berhasil menanamkan
semangat kewiraswastaan, semangat
berdikari yang tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Kecuali itu
dalam pondok pesantrenpun ditanamkan semangat patriotik membela tanah air dan
agama, sehingga tidak mengherankan apabila dalam masa penjajahan Belanda dan Jepang
sering timbul pemberontakan-pemberontakan yang dipimpin kalangan pesantren. Demikian
pula dalam sejarah perjuangan merebut kemerdekaan, kalangan pondok pesantren
selalu aktif mengambil bagian melawan kaum penjajah[2].
Pondok pesantren,
jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia,
merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya
Indonesia yang indegenous. Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama
Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke
13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur
dengan munculnya tempat-tempat pengajian (”nggon ngaji”). Bentuk ini kemudian
berkembang dengan pendirian-pendirian tempat-tempat menginap para pelajar (santri),
yang kemudian disebut pesantren. Meskipun bentuknya masih sangat sederhana,
pada waktu itu pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan
yang terstruktur, sehingga pendidikan ini dianggap sebagai bergengsi. Di lembaga
inilah kaum muslimin Indonesia mendalami doktrin dasar Islam, khususnya
menyangkut praktek kehidupan keagamaan[3].
Lembaga pesantren
semakin berkembang secara cepat dengan adanya sikap non-kooperatif ulama
terhadap kebijakan ”Politik Etis” Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir abad
ke-19. Kebijakan Pemerintah Kolonial ini dimaksudkan sebagai balas jasa kepada
rakyat Indonesia dengan memberikan pendidikan modern, termasuk budaya Barat.
Namun pendidikan yang diberikan sangat terbatas, baik dari segi jumlah yang
mendapat kesempatan mengikuti pendidikan maupun dari segi tingkat pendidikan
yang diberikan.
Sikap non-kooperatif
dan silent oppositon para ulama itu kemudian ditunjukkan dengan mendirikan
pesantren di daerah-daerah yang jauh dari kota untuk menghindari intervensi
pemerintah Kolonial serta memberi kesempatan kepada rakyat yang belum
memperoleh pendidikan. Sampai akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1860-an, menurut
penelitian Sartono Kartodirjo (1984), jumlah pesantren mengalami peledakan yang
luar biasa, terutama di Jawa yang diperkirakan mencapai 300 buah.
Perkembangan
pesantren yang begitu pesat juga ditengarai berkat dibukanya terusan Suez pada
1689 sehingga memungkinkan banyak pelajar Indonesia mengikuti pendidikan di Mekkah.
Sepulangnya ke kampung halaman, para pelajar yang mendapat gelar ”haji” ini
mengembangkan pendidikan agama di tanah air yang bentuk kelembagaannya kemudian
disebut ”pesantren” atau ”pondok pesantren”.[4]
Dalam sejarah perkembangan
zaman selanjutnya, pondok pesantren selalu berusaha meningkatkan kualitasnya
dengan mendirikan madrasah-madrasah di dalam kompleks pesantren masing-masing,
yaitu di bawah tanggung jawab dan pengawasan Deprtemen Agama. Dengan cara ini,
pesantren tetap berfungsi sebagai pesantren dalam pengertian aslinya, yakni
tempat pendidikan dan pengajaran bagi para santri yang ingin memperoleh
pengetahuan Islam secara mendalam dan
sekaligus merupakan madrasah bagi anak-anak di lingkungan pesantren. Dalam
perkembangannya, pesantren bukan hanya mendirikan madrasah, tetapi juga
sekolah-sekolah umum yang mengikuti sistem dan kurikulum Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan/Diknas.
Dengan menjamurnya
pondok pesantren sekarang ini, membuktikan betapa besarnya peranan pesantren
dalam menumbuhkembangkan sumber daya umat yang dilandasi iman dan taqwa,
menciptakan manusia-manusia yang jujur, adil, percaya diri dan bertanggung
jawab, menghasilkan manusia yang memiliki dedikasi keikhlasan, kesungguhan
dalam perjuangan. Dan pada kenyataannya ajaran agama Islam bersifat universal
akan lebih unggul dan mampu mengendalikan perubahan-perubahan zaman bagi
generasi-generasi berikutnya, dengan pedoman pada sumber hukum tertulis
tertinggi Islam (Al-Qur’an dan Hadits) untuk mewujudkan masyarakat yang maju,
mandiri dan diberkahi oleh Allah SWT.
Labels:
Pendidikan,
Pengajaran
Thanks for reading Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren. Please share...!